Selasa, 01 Mei 2012

CMMI dan Agile : Lawan atau Kawan??


Pendahuluan
Semakin banyaknya organisasi yang bergantung pada model proses kematangan atau biasa disebut Capability Maturity Model Integration (CMMI) yang digunakan untuk menilai dan meningkatkan proses area mereka sendiri, karena semakin jelas bahwa kegagalan proyek yang paling umum biasanya disebabkan oleh tidak konsisten-nya suatu proses.  Maka sudah selayaknya bila di suatu organisasi yang besar akan selalu ada kebijakan baru yang mengharuskan setiap bagian organisasi dapat mencapai tingkat kematangan tertentu.
Namun pada penerapannya sifat CMMI yang birokratis (koordinasi yang banyak melalui dokumentasi & tahapan yang kaku) mengakibatkan perkembangan yang lambat. Sehingga di saat yang bersamaan, metode Agile terus mengalami peningkatan di karenakan hal tersebut.
Metode Agile atau biasa disebut Agile software development method, memberikan keuntungan dan kepuasan kepada customer untuk memberikan hasil yang berkualitas dengan mempercepat proses saat pengembangannya. Disamping itu, perusahaan juga memerlukan usaha yang besar untuk meningkatkan proses produksi mereka dan lebih menyadari bahwa pendekatan agile dapat membantu jalannya proses tersebut. Dilain pihak, penerapan agile dapat dikritisi karena lemahnya disiplin dan hanya cocok untuk  aplikasi kecil atau aplikasi yang tidak begitu besar .
Di karenakan factor tersebut banyak organisasi mengandalkan CMMI sebagai indikator proses kematangan (maturity), sedangkan seharusnya hal itu diterjemahkan ke dalam kualitas produk.  Sehinga disisi lain metodologi Agile seperti xp dan scrum menjadi lebih menonjol. 
Maka tinjauan harus dilakukan apakah metode Agile dapat disesuaikan untuk mencapai CMMI level. Penulisan ini dimaksudkan sebagai tahapan awal dalam upaya mengungkapkan mungkinkah metode agile dan CMMI dapat di pergunakan bersama-sama.